Senin, 28 Januari 2013

INTEGRASI Ilmu Agama & Ilmu Umum



I.                   PENDAHULUAN
Pemikiran tentang integrasi atau Islamisasi ilmu pengetahuan dewasa ini yang di lakukan oleh kalangan intelektual muslim, tidak lepas dari kesadaran beragama. Secara totalitas ditengah ramainya dunia global yang sarat dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan sebuah konsep bahwa umat islam akan maju dapat menyusul orang-orang barat apabila mampu mentransformasikan dan menyerap secara aktual terhadap ilmu pengetahuan dalam rangka memahami wahyu, atau mampu memahami wahyu dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Proses Islamisasi ilmu pengetahuan tidak lain adalah proses pengembalian atau pemurnian ilmu pengetahuan yang ada kepada konsep yang hakiki yaitu tauhid, kesatuan makna kebenaran dan kesatuan sumber. Dari ketiga proses inilah kemudian diturunkan aksiologi (tujuan), epistemologi (metodologi), dan ontologi (obyek) ilmu pengetahuan.
Di pandang dari sisi aksiologis (tujuan) ilmu dan teknologi harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia. Artinya ilmu dan teknologi menjadi instrumen penting dalam setiap proses pembangunan sebagai usaha untuk mewujudkan kemaslahatan hidup manusia seluruhnya. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dan teknologi haruslah memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia.
Untuk mencapai sasaran tersebut, maka diperlukan suatu upaya mengintegrasikan ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umm, sehingga akan tercapailah kemajuan yang seimbang antara kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan  teknologi dengan kemajuan dalam bidang ilmu agama, moral dan etika.
Sejalan dengan sasaran tersebut, maka pembahasan dalam makalah ini diarahkan pada upaya mendeskripsikan bangunan pohon ilmu-ilmu agama islam dan ilmu-ilmu umum secara utuh dan komprehensif sambil mengupayakan integrasinya dngan menggunakan pendekatan normatif teologis, historis dan filosofis.

II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Pengertian Integrasi Ilmu
B.     Bagaimana Tinjauan Normatif Teologis tentang Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum
C.     Bagaimana Tinjauan Historis tentang Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum
D.    Bagaimana Tinjauan Filosofis tentang Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum

III.             PEMBAHASAN
A.    Pengertian Integrasi Ilmu
Integrasi ilmu agama dan umum hakikatnya adalah usaha menggabungkan atau menyatupadukan ontologi,epistemologi dan aksiologi ilmu-ilmu pada kedua bidang tersebut. Itegrasi kedua ilmu tersebut merupakan sebuah keniscayaan tidak hanya untuk kebaikan umat islam semata,tetapi bagi peradaban umat manusia seluruhnya.Karena dengan integrasi,ilmu akan jelas arahnya,yakni mempunyai ruh yang jelas untuk selalu mengabdi pada nilai-nilai kemanusiaan dan kebajikan jagat raya,bukan malah menjadi alat dehumanisasi,eksploitasi,dan destruksi alam.Nilai-nilai itu tidak bisa tercapai bila dikotomi ilmu masih ada seperti yang terjadi saat ini.
Integrasi ilmu bukan hanya tuntutan zaman,tetapi mempunyai legitimasi yang kuat secara normatif dari Al-Qur’an dan hadis serta secara historis dari perilaku para ulama islam yang telah membuktikan sosoknya sebagai ilmuan integratif yang memberikan sumbangan luar biasa bagi kemajuan peradaban manusia.
Saat ini,bentuk integrasi ilmu masih diformulasikan baik oleh pemerintah sendiri maupun para intelektual muslim.Tawaran model integrasi yang coba dipraktekan oleh berbagai Perguruan Tinggi islam masih menyisakan perdebatan inter maupun ekstern mereka sendiri.Karenanya,model integrasi yang dipraktekan mereka merupakan hal yang belum final dan memerlukan evaluasi yang terus-menerus dari semua komponen masyarakat pendidikan Indonesia.
Integrasi ilmu adalah keharusan bagi umat islam,oleh karenanya tanggungjawab ini bukan hanya kewajiban pemerintah semata dan Perguruan Tinggi Agama Islam,tapi juga kalangan Perguruan Tinggi Umum dan seluruh umat islam yang menginginkan kemajuan islam dan peradaban manusia yang lebih maju dari humanis.

B.     Tinjauan normatif teologis tentang integrasi ilmu agama dan ilmu umum
Tinjauan normatif teologis secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu cara memahami sesuatu dengan menggunakan ajaran yang diyakini berasal dari tuhan sebagaimana terdapat di dalam wahyu yang di turunkan-Nya. Melalui tinjauan ini manusia akan dibawa kepada suatu keadaan melihat masalah berdasarkan perspektif tuhan dalam batas-batas yang dapat di pahami manusia. Artinya manusia akan memiliki pegangan yang kokoh dalam melihat suatu masalah.
Tinjauan normatif teologis ini perlu dilakukan untuk membangkitkan komitmen dan melihat sesuatu   dalam perspektif yang ideal sebagaimana di kehendaki oleh Tuhan dalam firman-firman-Nya.
Pada tahap selanjutnya tinjauan ini kurang terlihat penganutnya dalam mendukung perkembangan  ilmu pengetahuan. Karena dengan tinjauan tersebut manusia banyak mengandalkan Tuhan. Akibatnya, manusia terlihat kurang kreatif dan inovatif. Sehingga keadaan dunia islam mengalami kemunduran sebagai akibat kurangnya perhatian terhadap penggunaan penalaran.
Akan tetapi pada tahap selanjutnya, tinjauan ini mengharuskan kita untuk melihat secara seksama sebagaimana pandangan Tuhan terhadap integrasi ilmu agama dan ilmu umum yang terdapat dalam firman-Nya dan dijabarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Melalui haditsnya.
Masalah Islamisasi ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum ini merupakan panggilan Tuhan dan kemanusiaan yang wajib dilakukan.  Setiap cendekiawan yang meyakini islam sebagai agama dituntut untuk melakukan reintegrasi ilmu yang dimilikinya dengan ilmu agama dalam kerangka iman kepada Allah SWT.
1.        Pandangan AL-qur’an dan as-sunnah tentang ilmu-ilmu agama dan     ilmu-ilmu umum
Al-Qur’an dan as-sunnah sesungguhnya tidak membedakan antara  ilmu agama dan ilmu umum, yang ada dalam AL-qur’an adalah ilmu pembagian adanya ilmu agama islam dan ilmu umum adalah merupakan hasil kesimpulan manusia yang mengidentifikasi ilmu berdasarkan sumber objek kajianya.
·      Jika objek kajian ontologisnya yang dibahas adalah wahyu (al-qur’an) dan hadits dengan menggunakan metode ijtihad, maka yang dihasilkanya adalah ilmu-ilmu agama seperti; teologi, tafsir, tasawuf dan lain-lain
·      Jika objek kajian ontologisnya yang dibahas adalah jagad raya seperti; langit, bumi beserta isinya dengan menggunakan metode penelitian eksperimen di laboratorium pengukuran, penimbangan dan lain-lain. maka yang dihasilkanya adalah ilmu-ilmu alam seperti; ilmu fisika, biologi, kimia, astronomi dan sebagainya.
·         Jika objek kajian ontologisnya adalah prilaku sosial dalam segala aspeknya, dengan menggunakan metode penelitian sosial maka yang akan dihasilkan adalh ilmu sosial seperti; ilmu politik, ekonomi, budaya dan sebagainya.
·         Jika objek penelitian adalah akal pikiran/pemikiran yang mendalam dengan menggunakan metode mujadalah atau logika terbimbing, yang dihasilkan adalah filsafat dan ilmu-ilmu humaniora.
·         Jika objek kajiannya berupa intuisi batin dengan menggunakan metode penyucian batin ilmu yang dihasilkan adalah ilmu ma’rifat.
Ilmu-ilmu tersebut seluruhnya pada hakikatnya berasal dari Allah, karena sumber-sumber Ilmu-ilmu tersebut berupa wahyu. Dengan demikian para ilmuwan dalam berbagai bidang ilmu tersebut sebenarnya bukan pencipta ilmu tapi penemu ilmu, penciptanya adalah Tuhan.
Dalam pengembangan ilmu dan teknologi observasi dan meniru mekanisme kerja ciptaan-Nya merupakan hal yang lazim. Misalnya, meniru konsep fungsi sayap dan ekor dalam pembuatan pesawat, capung dalam desain helikopter, serta ikan paus dalam pembuatan kapal selam, Dan sebagainya.  Selain observasi dibutuhkan juga kemampuan imajinasi, analisis, dan sintesis. Terutama untuk menjawab pertanyaan yang susah untuk dijawab melalui observasi di laboratorium untuk dapat melakukan pengembangan ilmu pengetahuan melalui metode tersebut, al qur’an menginformasikan bahwa Allah SWT telah memberikan alat panca indra yang ampuh, artinya al qur’an menghargai panca indra dan menetapkan bahwasanya indra tersebut adalah menjadi pintu ilmu pengetahuan (Q.S al-Nahl ;78)
Dalam epistemologi ilmu dalam pandangan al qur’an harus pula mengintegrasikan kesucian batin, keluhuran budi, dan kemuliaan akhlak.
Selanjutnya dalam bidang aksiologi ilmu pengetahuan, al-qur’an mengingatkan bahwa selain ilmu pengetahuan (agama dan umum) sebagai mahluk Allah SWT harus di abdikan dalam rangka beribadah, juga harus disertai dengan memiliki sifat dan ciri-ciri tertentu pula.
Dari uraian di atas, terlihat jelas bahwa al-qur’an dan hadits memiliki pandangan tentang pengembangan ilmu yang integrated, baik pada dataran ontologis, epistemologis, maupun aksiologis.
2.        Pandangan AL-qur’an dan as-sunnah tentang integrasi  ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa menurut pandangan alqur’an dan al-sunnah sesungguhnya tidak ada istilah ilmu agama dan ilmu umum. Yang ada hanya ilmu itu sendiri dan seluruhnya bersumber dari Allah swt.
Namun dilihat dari sifat dan jenisnya sulit dihindari adanya paradigma ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum, atau paling tidak paradigma tersebut hanya untuk kepentingan teknis dalam membedakan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya.
Dalam berbagai literatur kita temukan paradigma agama sebagai berikut:

Ilmu agama
Ilmu umum
·         Berasal dari Tuhan
·         Bersifat absolut
·         Bersifat pasti
·         Tidak terbatas masa berlakunya
·         Berlaku sepanjang zaman
·         Bertolak dai keyakinan
·         Berasal dari manusia
·         Bersifat nisbi
·         Bersifat relatif
·         Bersifat terbatas
·         Berlaku dalam kurun waktu tertentu saja
·         Bertolak dari keragu-raguan

Tabel di atas menunjukkan bahwa paradigma agama dan paradigm ilmu umum berbeda, selain ada perbedaan juga ada persamaannya. Perbedaannya terletak bahwa pada ilmu agama ada keterikatan yang kuat pada agama, sedangkan pada ilmu umum keterikatan tersebut tidak ada. Sedangkan persamaannya terletak pada keadaanya yang bersifat relatif, dapat berubah, dapat diperdebatkan, tidak selamanya benar dan seterusnya sebagaimana juga terdapat pada ilmu pengetahuan umum.

C.     Bagaimana Tinjauan historis tentang integrasi ilmu agama dan ilmu umum
a.       Masa khalifah Ar-Rasyidin dan Umayah
Dalam pandangan islam, ilmu merupakan salah satu perantara untuk memantapkan dan menguatkan iman. Iman hanya akan bertambah dan menguat jika disertai dengan ilmu pengetahuan. Albert Einstein mengatakan bahwa “ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh.
Secara historis, pertumbuhan agama islam (fiqh, hadits, tafsir) sesungguhnya telah berkembang sejak masa khulafa ar rasyidin dan diawal pemerintahan Bani umayah. Hal ini bisa di lihat dari adanya tingkat pendidikan, materi pelajaran yang berbeda-beda di setiap jenjang pendidikan serta para tokoh yang lahir pada saat itu. Menurut Mahmud Yunus menyebutkan bahwa: “paa masa khalifah ar-rasyidin dan umayah sebenarnya telah ada tingkat pengajaran, hampir sama masa sekarang.
Baik pada tingkat awal, menengah, maupun tingkat tinggi, pemberian materi pelajaran masih terbatas pada materi pelajaran alqur’an, tafsir, fiqh, tarikh tasyri’ dan hadits.
b.      Masa Bani Abbasiyah
Masa bani abbasiyah dikenal sebagai masa perkembangan ilmu pengetahuan. Pada masa ini disamping telah berkembang ilmu-ilmu agama islam, juga banyak lahir ilmu-ilmu umum akibat adanya persinggungan kebudayaan antara islam dan negara-negara lain.
Dengan demikian, ilmu agama islam sesungguhnya telah tumbuh dan berkembang sejak rasulullah saw. Masih hidup, tetapi berkembang pesat pada pertengahan masa bani umayyah hingga masa bani abbasiyah.
Berbeda dengan ilmu agama islam yang tumbuh sejak awal perkembangan islam, ilmu pengetahuan umum mulaiberkembang di Dunia islam sejak masa Dinasti Umayyah dan mencapai puncak kejayaan pada masa Dinasti Abbasiyah. Ada dua faktor yang sangat berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan saat itu:
                                                       a.            Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
                                              b.          Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase;pertama pada fase khalifah al-masur hingga harun al-rasyid, terutama dalam bidang astronomi dan mantiq. Kedua, berlangsung mulai masa khalifah al-ma’mun hingga tahun 300 H. terutama dalam bidang filsafat dan kedokteran. Ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H. bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin luas.
Dengan memperhatikan beberapa faktor yang menjadi sebab lahirnya pembaharuan pendidikan islam, maka pada garis besarnya telah terjadi dua pemikiran pembaharuan pendidikan islam, kedua pola tersebut adalah:
1)      Pola pembaharuan pendidikan islam yang berorientasi pada pola pendidikan modern di Barat, yang kemudian dikenal dngan gerakan modernis. Kelompok ini berpandangan bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup yang di akui oleh Barat adalah dengan jalan mendirikan sekolah-sekolah ala barat.
2)      pembaharuan pendidikan islam yang berorientasi pada tujuan pemurnian kembali ajaran islam. Bagi kelompok ini kemunduran umat islam lebih disebabkan oleh ketidaktaatan kaum muslimin dalam menjalankan ajaran islam menurut semestinya. Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya islam sendiri merupakan sumber bagi kemajuan dan perkembangan peradaban serta ilmu pengetahuan modern, dalam hal ini islam telah membuktikannya pada masa kejayaan di masa silam.
Dengan pendekatan historis akan sampai pada catatan penting, bahwa dalam sejarah umat islam-lah yang mempelopori reintegrasi ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Ilmu pengetahuan Yunani, India, Cina, Persia, Romawi dsb. Yang di jumpai umat islam di abad klasik telah dikembangkan dan diislamkan sehingga ilmu-ilmu tersebut membawa kemajuan bagi peradaban umat islam.

D.    Bagaimana Tinjauan Filosofis tentang integrasi ilmu agama dan ilmu umum
Maraknya kajian dan pemikiran integrasi keilmuan (islamisasi ilmu pengetahuan) dewasa ini yang santer didengungkan oleh kalangan intelektual Muslim,antara lain Naquid Al-Attas dan Ismail Raji’Al-Faruqi, tidak lepas dari kesadaran berislam di pergumulan dunia global yang sarat dengan kemajuan ilmu teknologi.Ia,misalnya berpendapat bahwa umat islam akan maju dan dapat menyusul Barat manakala mampu mentransformasikan ilmu pengetahuan dalam memahami wahyu,atau sebaliknya,mampu memahami wahyu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Usaha menuju integrasi keilmuan sejatinya telah dimulai sejak abad ke-9,meski mengalami pasang surut.Pada masa Al-Farabi (lahir tahun 257 H / 890 M) gagasan tentang kesatuan dan hierarki ilmu yang muncul sebagai hasil penyelidikan tradisional terhadap epistemologi serta merupakan basis bagi penyelidikan hidup subur dan mendapat tempatnya.Gagasan kesatuan dan hierarki ilmu ini,menurut Al-Farabi,berakar pada sifat hal-hal atau benda-benda.Ilmu merupakan satu kesatuan karena sumber utamanya hanya satu,yakni intelek Tuhan.Tak peduli dari saluran mana saja,manusia pencari ilmu pengetahuan mendapatkan ilmu itu (Osman Bakar,1998:61-2).Dengan demikian,gagasan integrasi keilmuan Al-Farabi dilakukan atas dasar wahyu Islam dari ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Hadis.
Empat masalah akibat dikotomi ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama:
a.    Munculnya anbivalensi dalam sistem pendidikan islam.
b.    Munculnya kesenjangan antara sistem pendidikan islam dan ajaran islam.
c.    Terjadinya disintegrasi sistem pendidikan islam
d.   Munculnya inferioritas pengelola lembaga pendidikan Islam
Menurut Al-Ghazali,ilmu-ilmu agama Islam terdiri dari:
a.    Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (ilmu ushul) yang meliputi ilmu tauhid,ilmu tentang kenabian,ilmu tentang akhirat,dan ilmu tentang sumber pengetahuan religius.
b.    Ilmu tentang cabang-cabang (furu’) atau prinsip-prinsip cabang yaitu ilmu tentang kewajiban manusia kepada Tuhan,ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat,dan ilmu tentang kewajiban manusia terhadap jiwanya sendiri.
Al-Ghazali membagi kategori ilmu-ilmu umum kedalam beberapa ilmu yaitu:
a.    Matematika,yang terdiri dari aritmatika,geometri,astronomi dan astrologi,dan music
b.    Logika.
c.    Fisika atau ilmu alam yang terdiri dari kedokteran,meteorologi,minerologi,dan kimia.
d.   Ilmu-ilmu tentang wujud di luar alam atau metafisika,meliputi ontologi,pengetahuan tentang esensi,pengetahuan tentang subtansi sederhana,pengetahuan tentang dunia halus,ilmu tentang kenabian dan fenomena kewalian,dan ilmu menggunakan kekuatan-kekuatan bumi untuk menghasilkan efek tampak.
Dimensi-dimensi Ilmu-ilmu Agama dan Ilmu Umum
a.    Dimensi Ontologis Ilmu-ilmu Agama dan Umum
Dimensi ontologism berbicara tentang apakah yang sebenarnya diketahui oleh ilmu? Bidang apakah yang menjadi kajian itu? Baik ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum. Berbicara tentang objek dari ilmu ini mencakup segala sesuatu yang ada di ala mini.
Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer menyebutkan bahwa dimensi ontologism (hakikat yang dikaji) meliputi metafisika, asumsi, peluang, beberapa asumsi dalam ilmu dan batas-batas penjelajahan ilmu.
b.    Dimensi Epistemologis Ilmu-ilmu Agama dan Umum
Epistemologi dikatakan sebagai teori pengetahuan  yang membahas secara mendalam dan komprehensif dari segala aktivitas yang merupakan proses untuk mencapai sebuah pengetahuan.
Pada dimensi epistemologi akan dibahas mengenai
Pengetahuan
Sejarah pengetahuan
Metode ilmiah
Struktur pengetahuan ilmiah
c.    Dimensi Aksiologis Ilmu-ilmu Agama dan Umum.
Drs. Prasetyoa mengatakan bahwa aksiologi adalah studi tetang nilai, sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang di idamkan oleh setiap insan. Adapun nilai-nilai yang di maksud, yaitu:
1.   Nilai jasmani : nilai yang terdiri atas nilai hidup, nilai nikmat, dan nilai guna.
2.   Nilai rohani : nilai yang terdiri atas nilai intelek,  nilai estetika, nilai etika, dan nilai religi.

IV.             KESIMPULAN
·           Integrasi ilmu agama dan umum hakikatnya adalah usaha menggabungkan atau menyatupadukan ontologi,epistemologi dan aksiologi ilmu-ilmu pada kedua bidang tersebut
·           Tinjauan normatif teologis secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu cara memahami sesuatu dengan menggunakan ajaran yang diyakini berasal dari tuhan sebagaimana terdapat di dalam wahyu yang di turunkan-Nya.
·           Tinjauan historis tentang integrasi ilmu agama dan ilmu umum ada 2 masa yaitu pada masa khalifah Ar-Rasyidin dan Umayah, pada masa Bani Abasiyah.
·           Pada tinjauan historis tentang integrasi ilmu agama dan ilmu umum ada tiga dimensi ilmu-ilmu agama dan ilmu umum yaitu dimensi ontologism ilmu agama dan ilmu umum, dimensi epistemologis ilmu agama dan ilmu umum.dan dimensi aksiologis ilmu agama dan ilmu umum.

V.                PENUTUP
Demikian makalah ini kami sampaikan, namun kami sadar makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif dan inovatif sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, serta menambah khasanah keilmuan kita semua. Amin. 

VI.             DAFTAR PUSTAKA
Abudinnata,dkk,  Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003

1 komentar:

  1. nice post, mohon berkenan berkomentar di postingan ini ya, mngenai integrasi juga :) trim's http://pudjakusumah.blogspot.com/2013/07/kota-santri-cetak-ilmuwan-religi.html …

    BalasHapus